PENDAHULUAN
Peranan pertanian dalam perekono-mian di negara kita
terutama sebagai penghasil bahan makanan yang makin bervariasi mengikuti
permintaan dari sektor lain yang makin besar, sebagai penghasil bahan baku dan
pasar hasil non pertanian, sebagai sumber devisa dalam persaingan global yang
makin liberal, sebagai sumber investasi, dan sebagai sumber pemasok tenaga
kerja.
Tanaman pangan
yang banyak diusahakan oleh rumah tangga petani adalah padi sebagai penghasil
beras. Di Indonesia beras merupakan mata
dagangan yang sangat penting sebab beras meru-pakan bahan makanan pokok dan
meru-pakan sumber kalori bagi sebagaian besar penduduk dan situasi beras secara
tidak langsung dapat mempengaruhi bahan kon-sumsi lain.
Untuk memberikan gambaran tentang upaya peningkatan
produksi beras di Indo-nesia bahwa laju pertumbuhan produksi padi, sebagai
bahan pangan pokok, pada awalnya meningkat hingga mencapai tingkat tertinggi
pada periode 1989-83 yang ternyata mampu membawa ke tingkat swasembada beras
pada tahun 1984 (Darwanto, 1998). Akan tetapi setelah ter-capai swasembada
pangan (beras) pada tahun 1984 mengalami stagnasi dan pada sisi lain ternyata
impor bahan pangan pada periode tersebut meningkat pula, seperti impor beras
netto yang meningkat dari 12.808 ton pada tahun 1988 menjadi 1.623.499 ton pada
tahun 1996 (Darwanto, 1998).
Krisis ekonomi yang menimpa negara kita akhir-akhir ini yang diikuti dengan
terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap nilai dollar menyebabkan harga bahan
pangan impor menjadi lebih mahal. Untuk
menanggulangi masalah tersebut maka peningkatan produksi pangan di dalam negeri
perlu ditingkatkan lagi.
Program-program yang bertujuan untuk meningkatkan
produksi pertanian terutama bahan pangan beras telah di-rumuskan oleh
pemerintah dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, program-program tersebut
meliputi: intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi, dan dever-sifikasi. Akan
tetapi didalam pelaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian kita
dapatkan perbedaan antara hasil nyata (riil)
yang diperoleh petani dengan hasil potensial yang bisa dicapai oleh petani atau
disebut dengan yield gap.
Didalam usahatani salah satu peran petani adalah
sebagai manajer. Peran pe-tani sebagai manajer bertugas untuk mengambil
keputusan tentang apa yang akan dihasilkannya dan bagaimana cara
menghasilkannya, sehingga petani dituntut untuk mempunyai pengetahuan-pengeta-huan
(Mosher, 1983). Akan tetapi menurut Prasetya (1993) petani masih perlu bim-bingan
dalam pengambilan keputusan sebab pada umumnya petani:
(a) Kurang pengetahuannya dalam cara-cara berproduksi yang
baik
(b) Kurang mengetahui cara-cara ber-produksi yang akan
datang
(c)
Kurang mengetahui perubahan harga dan keadaan harga yang
terjadi
(d) Belum mengetahui orang-orang yang dapat dijadikan
teman untuk ber-usahatani secara komersial.
Sehingga di dalam usahataninya pe-tani belum mampu
mencapai tingkat penggunaan sumberdaya secara optimal.
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di
atas maka dapat dirumuskan dua masalah penelitian, yaitu: (1) faktor-faktor apa
saja yang mempe-ngaruhi terhadap peningkatan produksi padi sawah ?; dan (2) apakah
faktor produksi yang dialokasikan untuk usaha-tani padi sawah sudah optimal ?
Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan
sebelumnya maka tujuan dari penelitian ini adalah:
(a) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan produksi padi sawah.
(b) Menganalisis tingkat optimasi peng-gunaan
faktor-faktor produksi pada usahatani padi sawah.
KERANGKA KONSEP
Kerangka Pemikiran
Upaya untuk meningkatkan produksi pertanian (padi)
telah banyak dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan
perguruan tinggi. Akan tetapi didalam pelaksanaannya diperoleh fakta bahwa
hasil potensial produksi padi berbeda dengan hasil nyata (riil) yang diperoleh petani. Perbedaan hasil ini (yield gap) secara garis besar disebabkan
oleh dua faktor yaitu faktor non-teknis (sosial ekonomi) dan faktor teknis
(biologi). Faktor non-teknis (sosial ekonomi) yaitu keadaan yang menghalangi
petani untuk menggunakan teknologi yang direkomen-dasikan, yang meliputi:
pengetahuan petani sebagai indikatornya adalah pengalaman petani didalam
berusahatani, prasarana transportasi sebagai indikatornya adalah jarak lahan
garapan dengan tempat tinggal petani. Sedangkan faktor (teknis) biologi sebagai
indikatornya adalah ketersediaan air irigasi. Dimana faktor non-teknis (sosial
ekonomi) dan faktor teknis (biologi) tersebut akan mempengaruhi pertimbangan
petani sebagai menajer untuk mengambil keputusan dalam penggunaan input seperti
bibit, pupuk, tenaga kerja, dan obat-obatan. Dengan demikian faktor-faktor
non-teknis (sosial ekonomi) dan faktor teknis (biologi) bekerja secara simultan
(besama-sama) akan menentukan petani dalam penggu-naan pupuk, tenaga kerja
efektif, dan obat-obatan yang akan menetukan tingkat produksi dan produktivitas
usahatani padi sawah.
Petani sebagai pengusaha akan bertindak secara rasional dalam mengelola
usahataninya. Sumberdaya yang terbatas akan dimanfaatkan oleh petani secara
efisien, sehingga dengan sumberdaya yang terbatas tersebut akan diperoleh ke-untungan
yang maksimum. Akan tetapi karena keterbatasan pengetahuan petani dalam
konsep-konsep usahatani dan ekonomi maka tingkat penggunaan sum-berdaya secara
optimal belum tercapai. Oleh sebab itu dalam penelitian ini selain akan
diteliti tentang pengaruh faktor-faktor yang telah disebutkan di atas juga akan
diteliti tingkat optimasi penggunaan faktor-faktor produksi. Secara ringkas
skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
![]() |
Untuk memberikan jawaban semen tara atas permasalahan yang telah diru-muskan
serta tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
(a)
Diduga bahwa peningkatan produksi padi sawah
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: luas lahan garapan, jumlah
tenaga kerja efektif, dosis pupuk, dosis pestisida, peng-alaman petani dalam
berusahatani, jarak lahan garapan dengan tempat tinggal petani, dan sistem
pengairan (irigasi).
(b)
Petani dalam menggunakkan faktor produksi belum
optimum.
METODE PENELITIAN
Daerah Penelitian
Penelitian mengambil tempat di Ke-camatan Nogosari,
Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah:
(a) Kecamatan Nogosari telah
ditetapkan sebagai salah satu kawasan pe-ngembangan produksi tanaman pa-ngan
terutama beras.
(b) Dibandingkan dengan
kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Boyo-lali, Kecamatan Nogosari merupakan
daerah dengan luas panen padi sawah terbesar.
Metode Penentuan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dalam
dua tahap. Pertama adalah menentukan
sampel desa yang dilaktkan secara stratified
random sampling (contoh acak distratifikasi). Jumlah sampel desa yang
dipilih sebanyak 4 buah, yaitu Desa Rem-bun dan Desa Ketitang, sebagai sampel
desa yang sawahnya beririgasi teknis, sedangkan
Desa Jeron dan Desa Sem-bungan sebagai sampel desa yang sawah-nya tidak
beririgasi (tadah hujan).
Ke dua adalah
menentukan petani sampel. Petani sampel ditetapkan pada petani pemilik
penggarap yaitu petani yang memiliki lahan sawah sendiri (hak milik) dan
digarap sendiri.
Penarikan petani sampel untuk ma-sing-masing desa
menggunakkan metode simple random
sampling (acak sederhana).
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer. Data primer diperoleh dengan menggu nakan
metode survei.
Data sekunder adalah data
yang dikumpulkan melalui buku, arsip dan laporan yang terkumpul pada
kantor-kantor instansi pemerintah baik tingkat desa, kecamatan, atau kabupaten.
Definisi Operasional dan Peng-ukuran Variabel
(a) Produksi padi adalah jumlah produksi yang dihasilkan
oleh setiap petani selama satu musim tanam (MT) yaitu pada MT. I, MT. II , dan MT. III .
Untuk kepentingan analisis fungsi produksi, produksi padi diukur dalam kuintal,
sedang kan
harga produksi dinilai berdasarkan harga pada saat penelitian dan dinyatakan
dalam rupiah per kilogram.
(b)
Luas lahan yang digarap adalah luas lahan sawah yang
digarap oleh petani untuk menghasilkan padi dan diukur dalam satuan hektar,
sedangkan harga lahan garapan dinilai berdasarkan harga sewa pada saat
penelitian dilakukan dan di-nyatakan dalam rupiah per hektar.
(c)
Jumlah tenaga kerja efektif adalah semua tenaga kerja
yang digunakan dalam usahatani padi baik tenaga kerja keluarga maupun tenaga
kerja luar. Semua tenaga kerja dikon-versikan kedalam tenaga kerja laki-laki
dan diukur dalam satuan hari orang kerja (HOK), sedangkan harga tenaga kerja
dinilai berdasarkan upah per hari orang kerja saat penelitian dilakukan dan
dinyatakan dalam rupiah per HOK.
(d)
Jumlah pupuk adalah jumlah pupuk yang digunakan dalam
usahatani padi diukur dalam satuan kilogram, sedang kan harga pupuk dinilai berdasarkan harga
pupuk saat penelitian dilaksa-nakan dan dinyatakan dalam rupiah per kilogram.
(e)
Jumlah obat-obatan adalah jumlah obat-obatan
(pestisida) yang digu-nakan dalam usahatani padi diukur dalam satuan liter,
sedangkan harga obat-obatan (pestisida) dinilai ber-dasarkan harga obat-obatan
(pesti-sida) saat penelitian dilaksa-nakan dan dinyatakan dalam rupiah per
liter.
(f)
Pengalaman petani adalah lama-nya petani berusahatani
dalam usahatani padi, dihitung jumlah tahun sejak petani berkecimpung dalam
usahatani padi. Dalam pengukuran variabel ini penga-laman petani dalam berusaha
tani tidak diperinci berdasarkan jenis pekerjaannya akan tetapi diasumsikan
jenis pekerjaan dalam berusahatani adalah sama.
(g)
Jarak lahan garapan adalah jarak antara tempat tinggal
petani dengan lahan garapannya dan dinyatakan dalam kilo-meter. Dalam
pengukuran variabel ini diasumsikan kodisi jalan dan jenis kendaraan yang
digunakan petani adalah sama.
(h)
Lahan irigasi adalah lahan yang mendapatkan kebutuhan
akan airnya dari jaringan atau saluran irigasi.
(i)
Lahan non-irigasi (tadah hujan) adalah lahan yang mendapatkan kebu-tuhan airnya
semata-mata dari curah hujan.
Metode Analisis Data
Metode Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Produksi
Padi.
Dengan
menggunakan fungsi pro-duksi transendental. Pemilihan model fungsi produksi
transendental. Model matematis fungsi produksi transendental dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Y = AX1a1 X2a2
…X6a6 eb1X1 + b2X2 …. +b6X6 + d1D1
dimana : Y = produksi dari proses produksi (kuintal); A = intercept; X1 = luas lahan
garapan (hektar); X2 = jumlah tenaga kerja efektif (HOK); X3
= jumlah pupuk yang digunakan (kilogram); X4 = jumlah pestisida
(liter); X5 = pengalaman petani (tahun); X6 = jarak lahan
garapan (kilo-meter); D1 = variabel boneka, jika D1 = 1
daerah irigasi, D1 = 0 daerah non-irigasi (tadah hujan); a1…a6;
b1…b6; dan d1 = parameter yang ditaksir.
Agar parameter-parameter dapat diestimasi maka
model tersebut di atas dirubah kedalam bentuk double logaritma natural (Ln),
sehingga merupakan bentuk linier berganda sebagai berikut:
Ln Y = Ln A + a1 Ln X1 + a2 Ln X2
… + a6 Ln X6 + b1 X1 + b2 X2 + … b6 X6 + d1
D1
Untuk mengetahui goodness of fit dari
model dilihat dari nilai R2 . Model dikatakan baik apabila nilai R2 mendekati 1. Untuk mengetahui pengaruh dari
variabel bebas terhadap variabel terikat secara serentak dilakukan dengan pengu-jian
uji F. Selanjutnya untuk mengetahui
pengaruh dari masing-masing variabel bebas secara individu/parsial digunakan
uji t.
Untuk menguji atau mendeteksi ada tidaknya
multikolinieriti digunakan Uji F yang dikembangkan oleh Farrar-Glauber, untuk
menguji atau mendeteksi ada tidaknya autokorelasi digunakan uji Durbin Watson,
dan untuk menguji adatau men-deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas digunakan
uji Park yaitu meregresikan ei2 dengan Xi
dimana ei adalah kesalahan pengganggu dan Xi adalah
variabel bebas (Gaspersz, 1991 ; Gujarati, 1995).
Metode Analisis Tingkat
Optimasi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
Dengan menggunakkan persyaratan bahwa nilai produk
marjinal (NPMxi) sama dengan harga dari inputnya (ri). Dalam
kondisi ini berlaku asumsi pasar per-saingan sempurna.
NPMxi = k ri
dimana: k = koefisien pengukur tingkat efisiensi alokasi masukan ke i (Xi).
1)
k = 1, berarti penggunaan faktor produksi X ke i sudah
optimum atau sudah efisien.
2)
k < 1, berarti penggunaan faktor produksi X ke i
melebihi tingkat optimum atau sudah tidak efisien, sehingga penggunaannya perlu
dikurangi.
3)
k > 1, berarti penggunaan faktor produksi X ke i
belum optimum atau belum efisien, sehingga penggu-naannya perlu ditingkatkan.
Asumsi-Asumsi
(a)
Keadaan daerah penelitian dianggap sama, seperti:
kesuburan tanah, jenis tanah, agroklimat, ketinggian tempat. Jadi faktor-faktor
tersebut tidak mempengaruhi hasil penelitian.
(b) Keadaan
pasar faktor produksi ma-upun hasil produksi berada dalam keadaan persaingan
sempurna. Hal ini disebabkan dalam kenyataannya pe-tani dapat memperoleh faktor
produksi yang dibutuhkan di pasar demikian pula dengan penjualan hasil
produksi. Harga faktor produksi
maupun harga produk diperhitungkan pada harga setempat dan pada waktu
penelitian dilakukan.
(c)
Petani
dalam mengelola usahataninya dalam keadaan rasional karena setiap petani
berusaha untuk mencapai tingkat keuntungan yang maksimum.
(d) Petani dalam mengelola usahataninya
menggunakan teknologi yang sama dalam hal berproduksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis penyimpangan asumsi klasik
dalam rangka analisis regresi (multikolinieriti, autokorelasi, dan hetero-skedastisitas)
didapatkan hasil bahwa semua model fungsi produksi tidak ter-dapat penyimpangan
asumsi autokorelai dan heteroskedastisitas akan tetapi semua model fungsi
produksi yang digunakan terdapat penyimpangan asumsi multi kolenieriti.
Pada model fungsi produksi kemung kinan besar
dapat terjadi hal tersebut seperti: lahan dengan pupuk, tenaga kerja dan
sebagainya. Jalan termudah untuk menghindari multikolenieriti dalah dengan
membuang variabel yang menyebabkan terjadinya multikolenieriti. Akan tetapi
apabila menurut teori variabel tersebut memang harus disertakan dalam model
maka membuang salah satu variabel bebas akan menyebabkan kesalahan spesifikasi.
Tidak terpenuhinya asumsi ini sebenarnya tidak mengganggu estimator bi yang diperoleh hanya saja variansnya yang
diperoleh tidak selalu minimum. Dengan demikian keterbatasan utama dengan
digunakannya asumsi klasik dalam rangka analisis regresi ini adalah tidak dapat
digunakannya hasil persamaan regresi yang diperoleh untuk kepentingan pera-malan
(Gujarati, 1995; Gaspersz, 1991). Karena penelitian ini tidak ditujukan untuk
kepentingan peramalan maka andaikata asumsi klasik tidak terpenuhi tidak akan
mengganggu analisis secara keseluruhan.
Pengujian efisiensi alokatif bukan hanya berkenaan
dengan hubungan teknis antara masukan dan produksi, tetapi secara implisit
terkait pengujian perilaku peng-optimalan masukan untuk memperoleh keuntungan
paling besar. Dengan demikian dalam pengujian ini ada dua hal dilakukan
sekaligus. Persoalan ini dengan mudah diperlihatkan dalam pendugaan fungsi
produksi. Akan tetapi dalam pendugaan ini akan terjadi bias simultan dan ini
merupakan pelanggaran terhadap asumsi klasik (Semaoen, 1992).
Hoch dalam Semaoen (1992) menge-mukakan
cara mwnanggulangi masalah bias simultan tersebut yaitu dengan modifikasi
persamaan fungsi produksi. Petani tidak memaksimumkan keuntungan nyata (actual profit) disebabkan unsur
ketidakpastian karena keuntungan nyata dipengaruhi oleh faktor-faktor eksogen
seperti iklim. Lebih logis apabila di-asumsikan petani akan menetapkan alokasi
masukan dengan memaksimumkan keun-tungan yang diharapkan (anticipated pro-fit). Dengan demikian diasumsikan variabel gangguan
sama dengan satu. Sebagai justifikasi
dapat dipakainya per-samaan fungsi tunggal untuk menduga fungsi produksi.
Maksimisasi keuntungan yang diharapkan merupakan salah satu cara untuk
menghindari keraguan yang timbul karena bias simultan.
Hasil analisis signifikansi, elastisitas produksi, dan efisiensi ekonomis
dari variabel bebas selama satu tahun masa tanam (MT. I, MT. II, dan MT. III)
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Signifikansi Variabel Bebas, Elastisitas Produksi, dan
Efisiensi Ekonomis Faktor-Faktor Produksi Selama Satu Tahun Masa Tanam (MT. I,
MT. II, dan MT. III)
Variabel
|
MT. I
|
MT. II
|
MT. III
|
|||
Bebas
|
Ep.
|
k
|
Ep.
|
k
|
Ep.
|
k
|
Luas lahan garapan (X1)
|
1,2
***
|
4,8
***
|
0,86
***
|
3,4
***
|
0,45
*
|
2,25
***
|
Tenaga kerja efektif (X2)
|
-0,46
***
|
-1,3
***
|
0,14
***
|
0,25
***
|
0,22
***
|
1,05
|
Jumlah pupuk
(X3)
|
0,156
NS
|
3,26
***
|
-0,007
**
|
0,01
***
|
0,32
NS
|
12,9
***
|
Jumlah pestisida (X4)
|
0,05
***
|
3,4
***
|
0,008
NS
|
0,2
***
|
-0,009
NS
|
-4,6
***
|
Pengalaman petani (X5)
|
-0,01
NS
|
-
|
-0,02
NS
|
-
|
-0,08
NS
|
-
|
Jarak lahan garapan (X6)
|
0,42
NS
|
-
|
-0,002
*
|
-
|
-0,002
***
|
-
|
Sisten irigasi (D1)
|
-
***
|
-
|
-
***
|
-
|
-
|
-
|
Keterangan : MT =
musim tanam; Ep = elastisitas
produksi; k = koefisien pengukur tingkat
efisiensi ekonomis ; *** = nyata pada
taraf kepercayaan 99%; ** = nyata pada
taraf kepercayaan 95%; * = nyata pada taraf kepercayaan 90%; NS = tidak nyata (non significant).
Berdasarkan dari tingkat
signifikansi, elastisitas produksi dan efisiensi ekonomis tersebut di atas maka
dicoba untuk mem-buat pembahasan sebagai berikut:
(1)
Luas Lahan Garapan (X1)
Dari semua fungsi produksi baik pada MT. I, MT. II, dan MT. III yang dianalisis
memperlihatkan bahwa faktor produksi luas lahan garapan berpengaruh sangat
nyata terhadap peningkatan produksi padi sawah. Untuk MT. I dan MT. II
rata-rata luas lahan garapan sebesar 0,58 hektar sedangkan untuk MT. III
rata-rata luas lahan garapan sebesar 0,54 hektar. Sawah seluas ini belum
memungkinkan untuk diperoleh keuntungan yang maksimum atau belum tercapai
efisisiensi ekonomis (optimal). Hal ini bisa dilihat dari nilai koefisien
pengukur tingkat efisiensi ekonomis (k) yang lebih besar daripada 1, sehingga
luas lahan garapan perlu ditambah luasnya.
Di daerah penelitian penambahan luas
lahan garapan tidak memungkinkan lagi karena tanah-tanah kosong sudah tidak ada
lagi. Kemungkinan penambahan luas lahan garapan dengan cara menambah luas tanam
dengan cara meningkatkan intensitas pena naman masih dimungkinkan dengan jalan
membuat jaringan irigasi baru untuk sa-wah-sawah tadah hujan atau dengan
membentuk kelompok-kelompok tani se-hamparan yang lebih luas untuk menanam
secara serentak.
(2) Tenaga
Kerja (X2)
Dari semua
fungsi produksi baik MT. I, MT. II, dan MT. III yang dianalisis diperoleh hasil
bahwa faktor produksi jumlah tenaga kerja efektif berpengaruh sangat nyata
terhadap peningkatan pro-duksi padi sawah.
Penggunaan
jumlah tenaga kerja efektif pada MT. I dan MT.
II telah melebihi tingkat optimum hal ini dapat dilihat dari nilai k yang lebih
kecil dari 1. Rata-rata jumlah tenaga kerja efektif pada MT. I adalah 159,6 HOK
dan rata-rata pada MT.
II adalah 176,9 HOK.
Penggunaan jumlah tenaga kerja yang terlalu banyak ini disebabkan oleh petani
yang bekerja sampingan disektor informal selama musim kering di kota pada pulang untuk
menggarap sawah sebab pada MT. I (mangsa
labuhan) dan MT.
II (mangsa rendengan) sudah mulai ada air hal ini terutama terjadi pada
sawah tadah hujan.
Sedangkan pada
MT. III (mangsa mareng) jumlah tenag
kerja efektif telah mencapai tingkat optimum hal ini dapat dilihat dari nilai k
sama dengan 1. Rata-rata jumlah tenaga kerja efektif pada MT.
III adalah 175,2 HOK. Dalam usahatani padi sawah curahan tenaga kerja efektif
disesuaikan dengan kegiatan produksi yang meliputi: pengolahan lahan,
pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Curahan tenaga kerja yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap
peningkatan produksi padi sawah.
(3) Pupuk (X3)
Penggunaan pupuk berdasarkan hasil analisis berpengaruh sangat nyata
terhadap peningkatan produksi padi sawah pada saat MT. II dengan rata-rata penggunaan
sebesar 171,96 kilogram, sedangkan pada MT. I dan MT. III penggunaan pupuk
tidak berpengaruh terhadap peningkatan produk si padi sawah.
Penggunaan pupuk pada MT. II telah melebihi tingkat efisiensi ekonomis
(optimal) artinya penggunaan pupuk sudah tidak menguntungkan lagi karena
terlalu banyak, hal ini dapat dilihat dari nilai k yang lebih kecil dari 1. Tingginya
penggunaan faktor produksi pupuk di daerah penelitian kemungkinan disebabkan
oleh rekomendasi (anjuran) dari Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang tidak
didasarkan pada jenis tanah dan keadaan agroklimat stempat akan tetapi
berdasarkan rekomendasi (anjuran) secara global (nasional).
(4)
Pestisida (X4)
Berdasarkan hasil analisis
penggu naan pestisida (obat-obatan) berpengaruh sangat nyata terhadap
peningkatan pro-duksi padi sawah pada MT. I, sedangkan pada MT. II dan MT.
III tidak ber pengaruh.
Penggunaan pestisida pada MT. I belum mencapai tingkat efisiensi eko nomis,
hal ini bisa dilihat dari nilai k yang lebih besar daripada 1, sehingga penggu naannya
perlu ditambah. Masih rendahnya penggunaan faktor produksi pestisida dalam
proses produksi di daearh penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh miskin-nya
petani sehingga tidak sanggup untuk membeli pestisida atau kemungkinan pe-tani
tidak tanggap terhadap arti penting-nya faktor produksi pestisida didalam
menunjang proses produksi.
(5)
Pengalaman (X5)
Dari semua
fungsi produksi yang dianalisis memperlihatkan bahwa variabel bebas pengalaman
petani dalam ber-usahatani tidak berpengaruh (non signi-ficant) terhadap peningkatan produksi padi sawah. Akan
tetapi berdasarkan nilai elastisitas produksi menunjukkan hubung an yang
negatif yang berarti bahwa semakin tinggi pengalaman akan meng-akibatkan
penurunan tingkat produksi padi sawah.
Pengalaman sebagai salah
satu variabel proxy dari informasi. Informasi tersebut meliputi pengetahuan
teknik berproduksi dan pengetahuan pemasaran. Kemampuan petani mengakumulasikan
kedua informasi tersebut akan menentukan keberhasilan usahanya. Pengalaman
petani dalam mengakumulasikan informasi erat kaitannya dengan kemampuan petani
dalam meningkatkan produkstivitas kon-vensional input. Dengan demikian penga-laman
berkaitan pula dengan besarnya produksi usahatani yang akan dicapai. Akan
tetapi hal ini tidak berlangsung terus menerus, ini disebabkan karena pada
taraf tertentu tingginya pengalaman juga berarti makin tua umur petani, semakin
tua umur petani berarti makin berkurang kemam-puannya terutama fisiknya untuk
bekerja.
(6)
Jarak Lahan Garapan (X6)
Berdasarkan
hasil analisis jarak lahan garapan dengan rumah tempat tinggal petani
berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi sawah pada MT. II dan MT. III,
sedangkan pana MT. III tidak berpengaruh (non
significant).
Dari hasil perhitungan nilai
elastisitas produksi dari variabel bebas jarak lahan garapan dengan rumah
petani menunjuk kan
hubungan yang negatif yang berarti semakin jauh jarak lahan garapan dengan
rumah petani akan mengakibatkan penu runan produksi.
Pengaruh jarak ini adalah
melalui pengelolaan usahatani, semakin jauh maka petani akan membutuhkan waktu
dan tenaga yang lebih banyak untuk mencapai tempat kerjanya (lahan garapannya).
Hal ini akan mengakibatkan intensitas penge lolaan usahtaninya seperti:
mengikuti pertumbuhan tanaman, menjaga tanaman dari serangan hama dan penyakit, dan juga mengurusi irigasi
menjadi turun sehingga secara langsung variabel jarak lahan garapan dengan
rumah petani akan mampu menurunkan produktivitas tanaman padi sawah.
(7)
Sistem Irigasi (D1)
Dari hasi analisis
menunjukkan bahwa sistem irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan
produksi padi sawah, dimana sawah yang berpengairan teknis mampu meningkatkan
produksi sebesar 3,159 lebih besar daripada sawah tadah hujan pada MT. I dan
meningkatkan produksi sebesar 4,77 lebih besar daripada sawah tadah hujan pada MT. II .
Sistem irigasi teknis
berfungsi untuk mengatur air, baik untuk mendatangkan air yang diperlukan untuk
kehidupan tanaman dan membuang air yang berlebihan bagi tanaman, mempertahankan
dan menambah kesuburan tanah. Dengan melihat fungsi dari sistem irigasi teknis
yang dapat mempertahankan dan menambahn kesubur an tanah maka sawah yang
beririgasi teknis akan memberikan tingkat produktivitas yang lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan sawah tadah hujan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisis hasil penelitian dapat ditarik
kesimpulan sebagai beikut:
1. Secara bersama-sama (simultan)
faktor-faktor: luas lahan garapan, jumlah tenaga kerja efektif, jumlah pupuk,
jumlah pestisida, pengalaman petani dalam berusahatani, jarak rumah dengan
lahan garapan, dan sistem irigasi berpengaruh sangat nyata (significant) terhadap peningkatan
produksi padi sawah.
2. Secara sendiri-sendiri (parsial)
faktor-faktor yang berpengaruh (signi ficant)
terhadap peningkatan produksi padi sawah adalah: luas lahan garapan, jumlah
tenaga kerja efektif, jumlah pupuk, jumlah pestisida (obat-obatan), dan jarak
lahan garapan dengan rumah petani.
3. Secara sendiri-sendiri (parsial)
faktor-faktor yang tidak berpengaruh (non
significant) terhadap peningkatan pro-duksi padi sawah adalah: pengalaman
petani dalam berusahatani.
4. Melalui analisis optimasi penggu naan
faktor produksi dapat disimpulkan:
a) Luas lahan garapan, dilihat dari segi
efisiensi teknis penggunaan nya berada pada daerah II (ra-sional) pada MT. II
dan MT. III, serta pada daerah I (tidak rasional) untuk MT. I, sedangkan
dilihat dari segi efisiensi ekonomis (tingkat optimasi) penggu-naannya belum
mencapai titik optimum atau belum efisien, se-hingga penggunaannya perlu
ditambah.
b) Jumlah tenaga kerja efektif, dilihat dari
segi efisiensi teknis penggunaannya berada pada daerah II (rasional) pada MT.
II dan MT. III, sedangkan MT. I berada pada daerah I (tidak rasional), apabila dilihat dari segi
efisiensi ekonomis (tingkat opti masi) maka penggunaan jumlah tenaga kerja
efektif pada MT. I dan MT. II
melebihi titik optimum atau tidak efisien, sehingga peng-gunaannya perlu
dikurangi, se-dangkan penggunaan tenaga kerja efektif pada MT. III telah
tercapai optimum.
c)
Pupuk, dilihat dari efisiensi teknis penggunaannya
berada pada daerah III (tidak rasional), akan tetapi apabila dilihat dari segi
efisiensi ekonomis (tingkat optimasi) maka penggunaannya melebihi titik optimum
atau tidak efisien, sehingga penggunaannya perlu dikurangi.
d)
Pestisida, dilihat dari segi efisiensi teknis
penggunaannya berada pa-da daerah II (rasional), sedangkan dilihat dari segi
efisiensi ekono-mis (tingkat optimasi) maka penggunaannya belum mencapai titik
optimum atau belum efisien, sehingga penggunaannya perlu ditambah.
Implikasi Kebijakan
Dari hasil kesimpulan
penelitian ini maka dapat dis`rankan sebagai berikut:
1.
Mengingat penggunaan faktor-faktor produksi tidak
optimum maka agar penggunaan faktor-faktor produksi tersebut optimum perlu
adanya pengurangan dan penambahan faktor-faktor produksi ter-sebut. Agar
penggunaan faktor produksi tersebut optimum atau efisien dapat dilakukan
dengan:
a) Meningkatkan daya beli para pengelola
usahatani (petani) ter-hadap faktor-faktor produksi melalui pemupukan modal dan
meningkatkan pemanfaatan fasi-litas modal kredit.
b) Meningkatkan pengetahuan, wa-wasan, dan
ketrampilan petani sebagai pengelola usahatani mela lui kegiatan penyuluhan.
2. Untuk meningkatkan luas tanam padi sawah dapat
dilakukan dengan meningkatkan intensitas tanam padi sawah terutama pada sawah
tadah hujan dengan cara membangun jaringan irigasi baru atau dengan membentuk
kelompok-kelompok tani sehamparan untuk menanam padi sawah secara serentak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar